Senin, 10 Juli 2017

Apapun Keadaan Dan Kejadiannya,Tetaplah Baik Sangka Kepada-Nya.



Ketika bercerita tentang keyakinan kepada Allah, saya adalah termasuk orang-orang yang berusaha belajar meyakini bahwa Kekuasaan Allah itu ada, Pertolongan Allah itu ada, dan keyakinan-keyakinan lain yang positif.
Saya males mengikuti bayangan buruk pikiran buruk. Sungguhpun kadang kejadiannya memaksa saya untuk berpikir buruk.

Misalnya begini, saya punya urusan, lalu urusan itu kelihatannya tidak selesai. Malah cenderung bertambah besar. Saya mahtetap saja maunya positif. Segera saja saya banting kepada pemikiran, “Ga apa-apa masalah bertambah besar, asal dosa saya semakin besar yang diampuni Allah. Ga apa-apa masalah bertambah besar, asal rizki juga bertambah besar”.


Tapi kemampuan untuk meyakini Allah dan berpikir positif itu memang setelah mengalami sendiri pasang surut kehidupan, dan kemudian menerima pengajaran-pengajaran tentang iman dan kasih sayang Allah dari orang-orang yang positif memandang Allah dan kehidupan ini.

Ada seorang kawan yang tambang emasnya direbut orang. Bayang-bayang jatuh miskin, sudah di mata benar. Tambang emas yang baru saja diperpanjang hak tambangnya, dan sudah ditanam investasi dari hasil hutangan baru, tiba-tiba saja harus direlakan pindah tangan. Istilah-istilah hukum dan ekonomi modern, membuat dia harus melihat dengan telanjang aset dan perusahaannya pindah tangan. Jadilah dia kemudian nestapa, merana, hidup penuh tekanan, penuh hutang, sendiri, gelap, dan putus asa. Tapi, ups! Kata siapa?

Loh bukannya tertulis begitu? Jadilah dia kemudian nestapa, merana, hidup penuh tekanan, penuh hutang, sendiri, gelap, dan putus asa. Ya, tapi kan yang nulis situ. Lah, bagaimana sih ini? Ya, situ yang bagaimana? Koq maen nulis sendiri kesimpulannya? Oh, belum selesai ya? Belum.

Yang benar, bagaimana? Mestinya, ia kemudian nestapa, merana, hidup penuh tekanan, penuh hutang, sendiri, gelap, dan putus asa. Harus pakai “mestinya”. Sebab nyatanya dia tidak. Loh, sampeyan ini siapa? He he he.Iseng saja. Biar nulisnya ga jenuh.

Pengusaha ini tetap tegar. Dia memang kehilangan banyak hal. Tapi dia belum kehilangan semangatnya. Dia belum kehilangan ilmunya. Dia belum kehilangan buyer nya. Dia belum kehilangan keluarganya. Dan yang lebih penting, dia masih punya Allah dan Rasul-Nya. Itu yang membuatnya ga jadi merana dan ga jadi nestapa. Subhaanallaah!

Tapi berkembang ga tambang emasnya?Enggalah???!!! Ya, engga. Sebab nyatanya emang susah.Dia rontok. Asli rontok. Mana perempuan lagi. Terus, jadi dong merana dan nestapanya?
Kenapa sih? Kayaknya kudu merana dan nestapa dulu ya untuk kemudian bangun, bangkit, dan jaya kembali?
Ya habis situ yang bilang dia akhirnya rontok. Terus mau kemana lagi dia?
Ke Allah. Dia terus aja maju ke Allah. Dia memilih ga mau percaya bahwa dia bener-bener habis. Dia terus saja berjalan.
Sekelilingnya menertawakan dia. Mencemooh dia, sebagai pengusaha yang gagal, sekaligus sebagai ibu dan istri yang gagal.
Ga kebayang dah kalo kita yang menjadi dia. Hutang bank nya? Makin banyak. Dan tidak sedikit yang sudah pindah tangan. Di sisi yang satu ini saja, dia menuai musuh-musuh baru yang berasal dari keluarga. Beberapa aset yang disita adalah aset keluarganya yang dijadikan pinjaman. Weh, repot juga ya?

Engga tuh. Dia ga merasa repot. Wuah, itu mah namanya ga berperasaan.
Situ boleh menyebutnya ga berperasaan. Tapi dia memilih menyebutnya sebagai pasrah. Ga ada ikhtiarnya?

Nah ini bedanya. Pasrah itu pekerjaan hati. Sedang ikhtiar itu pekerjaan fisik. Dan otak barangkali. Ia pasrah dalam kendali Allah. Tapi tidak pasrah dalam ikhtiar. Ia berdoa siang malam. Ia tetap berusaha mencari petunjuk sama Allah. Hingga kemudian ketika tidak ada satu pun lembaga hukum yang bisa membantunya sebab katanya kesalahan administrasi hukum dan ekonomi adalah kebodohannya saat itulah pertolongan Allah datang. Ada satu peristiwa hukum dan ekonomi juga antara dirinya dengan penguasa daerah dan pusat, yang menyebabkan rentetan juga peristiwa hukum dan ekonomi yang berputar. Dengan kejadian itu, Allah mengembalikan begitu saja asset yang sudah pernah diambil-Nya (kesejatian semua kejadian), lewat tangan orang lain. Bahkan hebatnya nih, asset itu dikembalikan Allah dalam hitungan yang berlipat-lipat baik dalam hal asset, permodalan, maupun hal-hal lainnya.

Barangkali ketika di tangan seterunya si pengusaha ini, sang seteru itu merasa sudah pasti asset perusahaan tambang emas itu jadi miliknya. Jadi, ia kembangkan mati-matian. Nyatanya, malah balik lagi ke pemilik asli. Bagaimana urusannya? Klir. Rapih. Mereka-mereka yang sempat “mengadili”, menyaksikan kebesaran Allah. Betapa Kuasa-Nya bekerja di kehidupan orang-orang yang kuat mentalnya. Pengusaha yang sempat terjerembab ini sudah berhasil mempertahankan imannya. Ia bahkan terdorong lebih lagi menuju Allah.

Akhirnya apa? Akhirnya ia bangkit lagi.
Subhaanallaah ya?

Yah, begitu dah. Allah mempersiapkan kenaikan derajat pengusaha ini pada porsi-Nya. Tidak ada training yang lebih hebat daripada training kehidupan di mana Allah bertindak langsung menjadi Grand-Master Trainernya.
Subhaanallaah! Maha Suci Allah yang tidak pernah salah dalam mengendalikan, menentukan, dan mengatur sesuatu. Termasuk tentang kehidupan ini.

Insya Allah mulai hari-hari selanjutnya, kita masih akan belajar tauhid.
Tapi sudah mulai menukik ke urusan ibadah keseharian. Insya Allah. Yah, dua tiga hari dah. Mudah-mudahan yang sabar ya belajarnya. Ajak-ajak juga saudara-saudara dan kawan-kawan yang memiliki kemudahan akses internet untuk sama-sama ikut ngaji di KuliahOnline.


Jangan lupa, sebar luaskan ilmu yang didapat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar