Kamis, 06 Juli 2017

KEKASIH TERSEMBUNYI

KEKASIH TERSEMBUNYI
@salimafillah

“Allah menyembunyikan kekasihNya di antara manusia”, ujar ‘Umar ibn Al Khaththab, “Sebagaimana Dia menyembunyikan Lailatul Qadr di antara malam-malam bulan Ramadhan.” Semua malam bulan Ramadhan memang istimewa. Tapi yang paling dahsyat adalah hadirnya yang rahasia, yang hanya dikenali dari tanda-tanda yang tak seorangpun mudah memastikannya.


Orang-orang yang menetapi kewajiban kepada Allah dan menjauhi laranganNya sungguh istimewa. Merekalah orang bertaqwa, merekalah kekasihNya. Tapi kekasih Allah pun berderajat-derajat tingkatannya. Dan termasuk tingkatan yang tertinggi di antara mereka, seperti kata Sayyidina ‘Umar, adalah yang tak mudah dikenali oleh mata manusia.


Merekalah Atqiya’ul Akhfiya’, orang-orang yang bertaqwa lagi tersembunyi. Mereka terkenal di langit meski diabaikan di bumi. Mereka dirindukan surga meski dikucilkan dunia.

Inilah catatan penting kita, bahwa orang-orang shalih yang menjadi kekasih Allah sama sekali bukanlah orang yang menonjolkan diri. Mungkin memang ada di antara mereka yang menonjol, tapi bukan sebab keinginan dirinya. Dan sungguh hati mereka juga tak pernah menyukai keterkenalan itu. Allah hanya hendak membebani mereka dengan ujian yang lebih berat berupa kemasyhuran.

Maka Mu’adz ibn Jabal menangisi keterkenalannya, sebab dia disebut oleh Sang Nabi sebagai yang paling mengerti halal dan haram dalam agama. Maka Muhammad ibn Wasi' berkata, “Andai dosa ada baunya, takkan ada seorangpun di antara kalian yang tahan duduk di sisiku.” Maka Imam An Nawawi tersedu memalingkan diri, ketika digelari sebagai Muhyiddin, sang penghidup agama. Maka Yusuf Al Qaradlawy berkata “Cukup!” dan Muhammad ibn Shalih Al ‘Utsaimin menyuruh pembawa acara diam, ketika menyebut keduanya sebagai “Al ‘Allamah”, yang amat dalam ilmunya.

Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu menuturkan sabda Rasulullah tentang kekasih Allah yang tersembunyi; yang kedudukannya amat diidamkan para mulia yang di atas kita sebut namanya.

“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mencintai hamba-hamba yang diciptakanNya”, begitu kalimat Nabi dalam riwayat Muslim, “Yang terpilih, yang suka menyembunyikan ‘amal, yang bajik, yang kusut rambutnya, yang berdebu mukanya, dan yang kelaparan perutnya. Jika mereka meminta izin kepada Amir untuk menghadap, maka mereka tak diizinkan. Jika memberi anjuran, maka kata-kata mereka tak dianggap. Jika melamar, maka mereka tidak dinikahkan. Jika tak hadir, maka mereka tak dicari. Jika muncul, kedatangan mereka tak disambut. Jika sakit, mereka tidak dijenguk. Jika mati, mereka tidak dipersaksikan.”

Betapa Maha Bijaksana, Dzat yang menyatakan kepada kita bahwa makhluq yang paling mulia di antara kita di sisiNya adalah yang paling bertaqwa. Tetapi juga sekaligus mengabarkan melalui RasulNya bahwa ketaqwaan itu ada di dalam dada, tak dapat dilihat oleh mata manusia siapapun dia. Ianya bermakna; teruslah berkhusyu’ memperjuangkan taqwa dalam diri, dan selalulah tawadhu’ kepada sesama hamba.

Sungguh kita tertuntut untuk tak meremehkan seorangpun di antara hamba Allah yang shalih seisi bumi, sebab boleh jadi mereka adalah para kekasihNya yang jauh lebih terkasih dibanding kita.. Maka mari meniti jalan zuhud seperti yang diungkap cirinya oleh Hasan Al Bashri. “Sang zahid adalah”, kata beliau, “Dia yang jika berjumpa orang lain selalu berkata pada dirinya, ‘Beliau lebih utama daripada aku.’”


Dengan meneladani jawaban salam Habibullah pada Rabbnya pada saat Mi’raj, kita menyebut orang-orang shalih itu di dalam doa tasyahud shalat kita, agar kita tergabung bersama mereka. “Assalamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish shalihin.. Salam sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar