Jumat, 28 Juli 2017

KESADARAN YANG SIA SIA (Bagian 2)


PENYESALAN KE DUA

Bila sesal yang pertama adalah ketika kematian datang. Maka sesal yang kedua ini bertambah-tambah penyesalannya. Sebab saat ini, posisi diri sudah di dalam neraka jahannam;

“Mereka berkata, ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami. Dan kami mengakui kami adalah orang-orang yang sesat.


Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari neraka ini dan kembalikanlah kami ke dunia. Maka jika kami nanti kembali dalam posisi tetap sebagai kepada kekafiran, maka sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” (al Mukminûn: 106-107).


Tapi sebagaimana penyesalan pertama, di mana kalau ajal sudah sampai tidak bisa diundur lagi, penyesalan yang kedua ini pun sama. Seseorang yang sudah dibenamkan ke dalam neraka, sangat sulit untuk bisa keluar dari neraka. Kecuali memang Allah menghendakinya;
“Allah berfirman, tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (al Mukminûn: 108).
Wajar bila Allah bertanya kepada kita, ketika kita masih saja tersesat dan tersesat; “Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepada kamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya?” (al Mukminûn: 105).

Mendustakan ayat-ayat Allah tentu saja tidak selalu berkonotasi pendustaan lewat lisan saja, melainkan lebih kepada sikap sehari-hari.

Maka pertanyaan lanjutannya, masih layakkah kita mengaku menyesal? Tentu saja masih. Kapan? Bila kita menyesal sedang nyawa masih di badan. Baru disebut tidak layak, dan memang sudah tidak akan bisa, kalau kita menyesal, sedang nyawa sudah berpisah dari badan.

Sementara itu, saya tidak bosan-bosannya mengingatkan diri sendiri, bahwa orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, tidak akan ada indah-indahnya hidup. Hidup akan diombang-ambingkan kesulitan, dipermainkan permasalahan;

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti akan Kami tarik mereka berangsur-angsur kepada kebinasaan, dengan cara yang mereka tidak mengetahuinya.” (al A’râf: 182).

Karenanya, ditemukanlah para pendusta Allah yang kehidupannya terpuruk, tersudut dan berujung kehidupan gelap. Ini baru di dunia, apalah lagi di akhirat kelak;

“Bahkan mereka mendustakan hari kiamat. Dan Kami menyediakan neraka yang menyala-nyala bagi siapa yang mendustakan hari kiamat.

Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya  dan suara nyalanya.
Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan (maksudnya mereka mengharapkan sudah, mati saja, tanpa usah dibangkitkan lagi, saking besarnya azab).” (al Furqân: 11-14).

Kiranya tidak ada pilihan lain, jika kita berposisi sebagai pendusta di hadapan Allah. Punya rizki tapi pelit,  badan sehat tak mau shalat, kaya tapi zalim, berdagang tapi curang, pendiam tapi pendendam, durhaka kepada orang tua, tidak suka disakiti, tapi suka menyakiti, dan atau beribadah sama rajinnya dengan bermaksiat dan sebagainya, maka pastikan kita kembali kepada Allah. Kembali secepat-cepatnya kembali sebelum ajal menjelang;

“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong lagi.
Dan ikutilah sebaik-baiknya apa yang telah diturunkan Allah kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba sedang kamu tidak menyadarinya.” (az Zumar: 54-55).


(salam yusuf mansur/rf/ird)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar