Rabu, 19 Juli 2017

ALLAH SELALU ADA DI SETIAP KEADAAN

ALLAH SELALU ADA DI SETIAP KEADAAN

Apapun penilaian akhir atas pemuhasabahan terhadap permasalahan kehidupan, ujiankah ia, atau azab, yakinkan diri bahwa Allah selalu ada di balik semua keadaan.


Waba’du, tulisan ini adalah bukan dimaksudkan sebagai ancaman bagi para pendosa; bahwa mereka akan dikejar oleh perbuatan dosanya. Bukan. Justru sebagai tanda kasih, tanda sayang dari kami, bahwa kejaran buruk perbuatan buruk bisa dihentikan, dan segala rupa kesusahan bisa segera dihilangkan dari kehidupan kita. Caranya dengan melakukan muhasabah dan kemudian melakukan pertaubatan yang diikuti dengan sebuah upaya perbaikan diri dan amal saleh. Seperti kisah Luqman berikut,


Luqman bertutur tentang sebuah kelapangan menerima segala kejadian dengan kalimat yang diajarkan Allah;

innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn

“Sesungguhnya kita semua — dan apapun yang melekat di kehidupan kita, dan yang ada di sekitar kita — adalah kepunyaan-Nya semata. Dan kepada-Nya lah kita semua akan kembali.”

(Al Baqarah: 156)

Ketika kita menyadari bahwa apapun di dunia ini hanyalah milik-Nya, bukan milik kita pada hakikatnya, maka angin kesabaran — tidak mengeluh, tidak tenggelam dalam penyesalan dan kesedihan — akan lebih mudah berhembus di hati. Ketika kita sadari apapun kejadian yang menimpa kita sebagai bagian dari wujud perhatian-Nya, dan menyadari selalu ada Dia di balik semua hal, tentu akan lebih mudah bagi kita untuk melewati setiap permasalahan yang kita hadapi.

Sambil merenggangkan dia punya badan, melepaskan sedikit kepenatan, Luqman berbisik pelan kepada hatinya… “Bila engkau tidak mampu mengingat Allah di saat senang, maka jangan salahkan Allah bila Allah mengingatkan engkau lewat pintu-pintu kesusahan, sehingga engkau sadar bahwa Allah itu ada, dan engkau sadar bahwa Allah patut diingat.”

Luqman kemudian merenungi betul, dan mencoba memahami ayat berikut ini…





“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami pada segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa sesungguhnya Dia adalah benar. Tidakkah cukup bagimu bahwa Tuhanmu sesungguhnya Maha Menyaksikan segala sesuatu?”

(Fushshilat: 53)

Tapi Luqman tiada henti memotivasi dirinya. Dia terus bisikkan kepada hatinya sendiri, “Permasalahan apapun yang engkau hadapi. Entah itu bernuansa ujian, atau azab… Allah Maha Kuasa untuk menolong, Allah Maha Kuasa menolong…”

Sementara itu Luqman juga tahu benar apa yang Allah sembunyikan dari kemuliaan dan nama baik yang ia dapatkan. Seseorang dilihat baik, karena Allah tutupi kekurangannya. Luqman tahu bahwa sesungguhnya ia pun masih dalam upaya menggeliat keluar dari rangkaian kesusahan yang bernuansakan azab. Itu dia ketahui, karena memang dia tahu tentang perbuatan dirinya sendiri…

Allâhumma anta rabbî, lâ ilâha illâ anta. Ana ‘abduka wa ana ‘alâ ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu. Astaghfiruka wa ‘aûdzu bika min syarri mâ shana’tu wa min ghalabatid daini wa qahrir rijâli. Abûu laka bini’matika ‘alayya wa ‘alâ wâlidayya wa abûu bidzambî faghfirlî fainnahû lâ yaghfirudz dzunûba illâ anta.

Ya Allah, Engkaulah Rabb-ku, tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakan aku, karenanyalah aku hamba-Mu, dan aku akan berusaha untuk menjadi hamba-Mu yang terbaik, semampuku. Aku mohon ampun kepada-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari akibat buruk perbuatanku dan kekecewaan orang. Aku akui semua nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan pada orang tuaku, dan aku akui pula segala kesalahanku, karena sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni selain Engkau.


source: yusufmansur.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar