Rabu, 19 Juli 2017

JAM TANGAN KEJUJURAN

Inspirasi pagi
☕️☕️☕️☕️

JAM TANGAN KEJUJURAN

Kejujuran pernah dianggap sebagai sebuah prestasi, kini semua orang berlomba-lomba untuk tidak jujur. Adakah masih tersisa kejujuran?


“Nak, ini hadiah yang dulu ayah pernah terima, jam tangan. Peganglah Nak…” pinta seorang ayah sambil memberikan jam tangan kebanggaannya.

“Apa istimewanya jam ini Ayah?”


“Jam tangan ini Jam Tangan Kejujuran. ‘Satu-satunya penghargaan dari manusia’ atas kejujuran ayah. Jam ini ayah dapat sebab ayah tidak pernah terlibat satu skandal pun di kantor selama 15 tahun. Yang dapat ini bukan ayah saja. Tapi banyak juga kawan yang lain.”

Sang ayah menerawang ke beberapa tahun yang silam. “Nak, dulu, kejujuran dianggap sebuah prestasi. Ayah, dan kawan-kawan ayah senantiasa berusaha menjaga kejujuran. Ada, atau tidak ada penghargaan. Kini, engkau saksikan semua orang berlomba-lomba untuk tidak jujur. Ayah tidak ingin engkau ikut-ikutan perlombaan sesat tersebut.”

Ada pameo yang mengatakan, mudah mencari orang pinter, tapi susah mencari orang yang jujur, yang bener.

Sudah segitu parahkah tingkat kejujuran di negeri ini? ya sekarang lihat saja diri kita sendiri. Adakah ia sudah pandai berbohong? Atau ia selalu mengutamakan kejujuran? Jawabannya tentu saja ada pada diri masing-masing, dan tentu saja jawab yang jujur!

Jujur rugi, bohong untung. Maksudnya, bila kita jujur maka kita akan rugi. Sedangkan jika berbohong, untung. Ini yang terlanjur melekat di masyarakat. Seolah berat benar bila mengusung kejujuran. Karena jujur berarti berlama-lama miskin, jujur berlama-lama berpangkat rendah. Semua orang harus bohong kalau mau senang, semua orang mesti bohong kalau mau cepat maju, cepat kaya.

Hancurlah wajah kehidupan bila kejujuran sudah menghilang. Yang perlu diketahui adalah percuma saja bila riwayat kesuksesan dibangun di atas kepalsuan, kebohongan.

Silahkan saja bangun kemewahan di atas ketidakjujuran. Kelak, kita akan menemukan kemewahan yang kita genggam akan hilang cahayanya. Kata orang tua mah, engga ada berkahnya. Padahal keberkahan atas setiap rezeki itulah yang membuat kita bisa menikmati setiap tetesan kenikmatan.

Coba saja pikir, bila berharta tidak berkah, di mana di balik cerita kekayaan kita ada tangisan sekian orang. Gimana kalo saatnya kita nikmatin tuh kekayaan kita ditangkep? Atau saatnya kita nikmatin tuh kekayaan, kita dibuat sakit oleh Allah? Mau?

Pilihlah, mau sekedar enak lalu kemudian sengsara? Atau, bersabar dulu, sampe kemudian kesenangan yang kita genggam awet?

Sesungguhnya kejujuran adalah sebuah keharusan. Hanya sebab ia barang langkalah yang membuat seseorang yang jujur lalu diacungin jempol.


Source: yusufmansur.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar