Sabtu, 08 Juli 2017

BERLAYAR KE MALAKA

BERLAYAR KE MALAKA
@salimafillah

Tersebut dalam hadits yang dicatat Imam Muslim dan Imam Ibn Majah, bahwa Nabi tertidur di rumah ‘Ubadah ibn Ash Shamit dan Ummu Haram bint Milhan, kemudian beliau terjaga dan tertawa. Maka bertanyalah sang nyonya rumah, “Apa yang membuatmu tertawa ya Rasulallah?” Beliau bersabda, “'Sekelompok umatku diperlihatkan oleh Allah kepadaku, mereka berperang di jalan Allah mengarungi lautan dengan kapal-kapal, bagaikan para raja di atas singgasananya." Mimpi benar Rasulullah ini terjadi secara berulang.

Adalah para raja Nusantara berjihad di lautan mengamalkan sabda mulia ini, melawan Bangsa Prenggi. Kosakata "Prenggi" dalam khazanah Jawa, barangkali berasal dari lafal Arab "Franji" untuk menyebut orang-orang "Frank", kaum Kristiani Eropa yang dihadapi dalam Perang Salib. Dan orang-orang Prenggi pertama yang mengejutkan Nusantara adalah bangsa Portugis, dengan pendudukan armada Alfonso D'Albuquerque atas gerbang Kepulauan ini, Pelabuhan Malaka. Ini terjadi setelah serangan pertama mereka pada 1509 gagal. Wafatnya Laksamana Hang Tuah dan Panglima Hitam serta dibunuhnya Bendahara Tun Muhatir telah melemahkan Bandaraya itu hingga pada perang 1511 itu Sultan Mahmud Syah terpaksa melarikan diri dan wafat di Kampar.


Pada 1513 dengan angkatan laut hanya sekira 100 perahu ringan, menantu Sultan Alam Akbar Al Fattah dari Demak, Pangeran Fathi Yunus menjajal kekuatan Portugis. Meriam-meriam besar dari benteng menyalak menyambut mereka dan pasukan perintis itu kemudian ditarik mundur untuk mempersiapkan serangan yang lebih besar.

Melalui penggalangan oleh para Wali; Ternate, Gowa, Banten, Banjar, dan Cirebon bergabung dalam armada akbar yang berkekuatan 375 kapal dan berangkat dari Pelabuhan Jepara pada 1521. Pada pendaratan pertama, gugur syahidlah sang panglima Fathi Yunus ketika kapalnya dihantam peluru meriam berteknologi baru milik Portugus yang baru datang dari Goa, India. Beliau lalu dimasyhurkan sebagai Pangeran Sabrang Lor.

Turut serta dalam peperangan dahsyat ini seorang perempuan hebat yang kelak dicatat sebagai ‘Rosa do Mardo Norte’ alias Mawar Laut Utara oleh Portugis. Dialah Ratu Kalinyamat, yang kelak tertulis dalam Babad ‘bertapa telanjang’, mungkin dalam makna kiasan “menghabiskan seluruh hartanya demi jihad fi sabilillah.”

Setelah bertempur 3 hari 3 malam, Pangeran Hidayat, yang barangkali maksudnya adalah Fadhlullah Khan memutuskan menarik mundur armada ini. Fadhlullah, atau Tubagus Pasai Fathullah alias Fatahillah inilah yang sebagai komandan armada gabungan Demak-Cirebon-Banten pada 1527 berhasil mencegah ekspansi Portugis ke Jawa dengan mengamankan Bandaraya Sunda Kalapa dan mengubah namanya menjadi Jayakarta.

Sejarah juga mencatat satu nama lagi yang amat terhormat di Selat Malaka; Katir.

Meski dunia kelak mengenalnya sebagai cikal bakal Lanun alias bajak laut di Selat Malaka; tapi sebagaimana Jack Sparrow menjadi protagonis kisah 'Pirates of The Caribbean' melawan East India Company dan Lord Cutler Beckett; persekutuan Katir dengan para Laksamana Melayu seperti Hang Nadim adalah lambang perjuangan yang tak kenal lelah dan tak sudi menyerah terhadap kuasa asing yang tamak di Malaka.

Sebagai salah satu komandan Angkatan Laut Demak, Katir menolak pulang dan dengan takzim memohon izin pada panglimanya untuk melanjutkan jihadnya. Karena kehadiran Katir, kuasa Portugis dan kapal-kapal dagangnya yang memuat rempah-rempah dari Maluku tak pernah merasa aman di Selat Malaka. Katir pula yang dengan perahu-perahunya di gerbang Selat mengalihkan kapal-kapal dagang lain agar mengambil rute Pantai Barat Sumatera dan menghindari Pelabuhan Malaka. Maka Aceh, Barus, Tiku, Pariaman, dan khususnya Banten-lah kemudian yang menjadi Bandar Dunia, sementara Malaka yang terjajah itu kian merosot perannya.


Shalih(in+at) sekalian, mengenang para syuhada’ jihad Malaka dari zaman Mahmud Syah hingga Iskandar Muda [semoga kali lain kita ceritakan tentang Sang Meukuta Alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar