Selasa, 04 Juli 2017

DI DEKAT 'ULAMA'

DI DEKAT 'ULAMA'
@salimafillah

Jika bermesra pada Allah berarti menjaga geletar takut, gerisik harap, sekaligus getar cinta; demikian pula mungkin perasaan kita di dekat kekasih-kekasihNya. Begitu barangkali sikap hati para sahabat di hadapan Rasulullah . Begitu pula malam ini yang kami juangkan dalam hati saat tertugas mendampingi KH. Dr. Ahzami Sami'un Jazuli dan KH. Dr. Mushlih 'Abdul Karim, hafizhahumaLlaah.


Berdekat 'ulama, ada nikmat tak terkata, ada juga mempelajari hal-hal yang tak cukup diwakili kata.Dari mereka kami belajar bahwa, di antara hal yang sebaiknya dimiliki orang yang menjadi pintu ilmu & tumpuan harapan bagi ummat adalah kepekaan rasa & kelembutan hati. Bahwa ada kehati-hatian & tak semua tanya harus dijawab; Imam Malik sampai berkata, "Ucapan 'Aku Tidak Tahu' adalah sepertiga ilmu."


Tapi dari Imam Asy Syafi'i kita akan belajar; bahwa kadang pertanyaan sejati tersembunyi dalam soalan zhahir yang diajukan. Lebih dalam. Tentang beliau, maka kita jadi ingat sabda Sang Nabi; "Takutlah pada firasat seorang mukmin; sungguh ia melihat dengan cahaya Allah."

Inilah si murid setia Rabi' ibn Sulaiman menceritakan; ketika sang guru mengajar di Masjidil Haram; sering datang pertanyaan unik. Unik bahasanya, yakni dengan kiasan syair; unik pula penyampaiannya, yakni dengan kertas bertulis yang diberi ruang tuk menjawab.

Satu hari datanglah selembar kertas bertulis syair dengan tinta yang harum baunya. Rabi'-pun menyerahkannya pada Imam Asy Syafi'i. Sang Imam tersenyum sembari berkaca-kaca membacanya. Lalu beliaupun menuliskan syair di bawah tanya sebagai jawaban atasnya. Setelah kertas dilipat ulang; Rabi' pun mengantarnya ke sudut di mana tadi ditemukan. Tak berapa lama seorang pemuda mengambilnya. Setelah membaca jawaban; dia juga menyunggingkan senyum dan matanya membasah. Lalu dia letakkan kertas itu sebelum berlalu. Rabi'-pun memungutnya.

Di situ tertulis; "Tanyakan pada Mufti-nya Bani Muthalib & Hasyim.. Apa hukumnya peluk & cium rindu di kala dua kekasih bertemu."

Dan dijawab; "Katakan pada sepasang pencinta yang diberkahi.. Aku berlindung pada Allah jika taqwa dikalahkan syahwat menggebu."

Merah padam muka Rabi' ibn Sulaiman membacanya. "Sungguh pertanyaan yang tak pantas & jawaban yang juga tak layak!", fikirnya. Bagaimana mungkin Imam Asy Syafi'i, gurunya yang sangat menjaga syari'at; terjebak menjawab syair nista semacam itu?

Imam Asy Syafi'i tersenyum lembut ketika Rabi' menggugat dengan murka; "Apa maksudnya tukang maksiat disebut pencinta diberkahi?" Teduh Sang Imam menjelaskan; "Ketahuilah bahwa pertanyaan itu datang dari pasangan PENGANTIN BARU tentang hukum peluk & ciuman di SIANG HARI bulan RAMADHAN!"

Rabi' ibn Sulaiman ternganga tak percaya. "Betulkah?", tanyanya. "Kejar & tanyai dia jika kau tak percaya!" Ringkas cerita; kala Rabi' menanyai si penyoal; dia memang pengantin baru & masalah yang diajukan persis seperti kata Sang Imam. Maka kian kagum Rabi' ibn Sulaiman pada gurunya; sang pembaca makna, perangkai kata, penepat fatwa.


Semoga Allah menyayangi mereka. Moga kian tersemangati kita tuk mendalamkan ilmu, mempekakan rasa, menajamkan telaah, & mencintai sesama; hingga kebaikan meraja. Ya Allah, walau jauh dalam 'ilmu & 'amal, dekatkan kami ke derajat 'ulama kerana cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar