Rabu, 05 Juli 2017

Dinukil dan diselia dari "Menjaga Pencernaan"
Salim A. Fillah, 2015
***
Masih ingat dengan Imam Asy-Syafi? Ya, si cerdas dari suku Quraisy yang luar biasa. Ada kisah lain tentang beliau.

Imam Asy Syafi-nama aslinya Muhammad ibn Idris-tinggal bersama sang ibu. Ia telah yatim sejak dalam kandungan. Suatu hari, saat usianya belum lagi dua tahun, sang ibu meninggalkannya sendirian di rumah dalam keadaan terlelap tidur.

Ternyata, sebelum sang ibunda pulang, Muhammad sudah bangun. Dan tentu saja, menangis. Tetangga sebelah yang kasihan mendengar tangisnya bergegas datang. Kebetulan ia juga sedang menyusui bayinya. Maka disusuilah Muhammad hingga dia terdiam.


Tak lama, sang ibu telah kembali ke rumah. Dengan bashirahnya yang begitu jernih, dia melihat ada sesuatu yang berbeda pada pandang mata sang putra. Ya, aneh.

Maka dengan hati-hati ia bertanya pada para tetangga. "Oh, tadi dia menangis, lalu kususui, kata salah seorang tetangga. Setelah mengucap terima kasih, bergegas ia pulang.

Tanpa sepengetahuan para tetangga, diangkatnya tubuh Muhammad, lalu dibaliknya hingga kepala sang putra ada di bawah. Apa yang dilakukannya kemudian: Dikocoklah tubuh dan perut sang putra dengan keras dan cepat sampai muntah. Beliau ulang ulang sampai yakin tak ada air susu tetangga yang tersisa di tubuh sang putra.

“Saya hanya khawatir, tetangga itu memakan makanan syubhat, lalu air susunya diminum anak saya, begitu katanya.
Masya Allah.
***
Saya masih ingat waktu sering main ke sebuah pesantren di Jawa Tengah, ada sebuah kitab yang unik. Talimul Muta'allim judulnya. Artinya pelajaran bagi orang yang sedang/ akan belajar.

Yang paling membekas di benak saya adalah, soal hubungan antara pencernaan dengan pemahaman serta pengamalan kita terhadap agama. Thullab (santri-santri) yang suka makanan pasar, suka makan di pinggir jalan, suka jajan sembarangan, hafalannya tidak akan pernah jadi, pemahamannya tidak akan pernah baik.
***
Kunci ilmu iman, dan amal, kesimpulannya, salah satunya ada di perut. Kalau pencernaan terjaga tidak ada barang haram dan syubhat yang masuk, darah yang mengalir ke qalb, darah yang mengalir ke otak, darah yang mengalir ke paru-paru, darah yang mengalir ke telinga, ke mata, ke mulut, ke tangan, ke kaki, insyaAllah adalah darah bersih. Darah suci.

Maka, di anggota badan mana pun ia akan memancarkan kesucian. Hatinya tenteram; otaknya cerah; nafasnya teratur: telinganya hanya mau mendengar yang baik; matanya hanya mau melihat yang baik; lisannya hanya mengucap yang baik tangannya hanya bertindak yang baik; dan kakinya hanya melangkah ke tempat yang baik.

Sebaliknya, barang haram yang masuk ke tubuh membawa frekuensi neraka--'afwan agak kasar. Bagian tubuh yang teraliri keharaman itu akan menjadi bagian tubuh yang mudah beresonansi dengan gelombang-gelombang kemaksiatan yang memancar di mana-mana.

Jika saat lewat sebuah tempat maksiat, kaki kita ingin sekali mampir jika di sebuah warnet, tangan seolah bergerak sendiri untuk mengklik sesuatu; jika sesuatu lewat, mata kita seolah tak mau beranjak dari memandangnya, maka ada yang perlu kita curigai.
Makanan kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar