Rabu, 02 Agustus 2017

"Kenyamanan Diri"



Bagian Kesatu, Salim A. Fillah, 2010

***

aku mengenal dengan baik siapa diriku;
dulunya dia adalah setetes air yang hina
kelak akan menjadi sekujur bangkai membusuk
kini dia berada di antara kedua hal itu;
hilir mudik ke sana ke mari membawa kotoran

***

Kita selalu bisa tahu, apakah seseorang yang berada di dekat kita merasa nyaman dengan keberadaan kita atau justru menganggap kita sebagai gangguan. Demikian pula orang yang kita ajak bicara. Mereka memberi isyarat dan tanda dengan bahasa tubuhnya untuk mengungkapkan ketidaknyamanan itu. Kita selalu bisa menangkap gejala-gejalanya.


Dalam dekapan ukhuwah, kita kemudian akan tahu diri. Kita merasa, kitalah masalahnya.

Tetapi bagaimana dengan peran sebaliknya? Apakah kita juga pernah merasa tak nyaman dengan kehadiran seseorang di dekat kita, atau dalam kehidupan ini? Jawabnya tentu pernah. Pertanyaan selanjutnya adalah darimana asal perasaan tak nyaman yang kita alami ketika berhadapan dengan orang? Pada umumnya, kita akan menjawab dalam dua sisi. Bisa dari mereka, dan bisa juga dari diri kita sendiri.

Saya lebih sering merasakan yang kedua.Gangguan itu berawal dari dalam diri saya, bukan berasal dari orang-orang yang mendekat ke dalam kehidupan saya, apalagi sahabat-sahabat tercinta dalam dekapan ukhuwah. Bukan. Sama sekali bukan dari mereka. Saya betul-betul merasa, gangguan itu ada di sini, ada dalam diri saya. Ada ketidaknyamanan yang zhohir sifatnya. Misalnya, saya belum mandi dan belum bersiwak sehingga khawatir berdekat-dekat akan membuat kawan tak nyaman. Atau ketika merasa pakaian yang saya kenakan kurang pantas dan baunya agak apak karena telah berkeringat seharian.Tapi ada yang jauh lebih menghalangi kedekatan dibanding ketidaknyamanan zhohir. Ialah ketidaknyamanan batin terhadap diri kita sendiri. Kita merasa kotor, berbau, dan kerdil berharapan dengan saudara seiman. Kita merasa telah terputus dari ikatan cinta dengan mereka akibat kemaksiatan yang kita lakukan. Ya, itu benar.

Saya teringat sebuah hadits yang tercantum dalam al-‘Adabul Mufrod no. 310 dan al-Musnad V/71.

“Tidaklah dua orang yang saling berkasih sayang karena Allah berpisah, kecuali disebabkan oleh dosa yang dilakukan oleh salah seorang di antara keduanya.” (HR. al-Bukhori dan Ahmad)

Awal-awal ketika hati kita masih peka mengenali kemaksiatan sendiri, kitalah yang merasakan ketidaknyamanan batin. Tetapi jika perilaku dosa itu berlanjut, ketidaknyamanan itu juga akan makin hebat dan meningkat. Bukan hanya kita yang merasakannya, melainkan juga orang-orang yang kita kasihi. Bisa jadi, kemaksiatan yang kita lakukan telah membuat Allah murka, lalu Dia tanamkan rasa benci kepada kita, di dalam hati hamba-hamba yang dicintai-Nya.

Na’udzu billaahi min dzaalik.

***

Memahami keadaan-keadaan itu, kita menemukan sebuah kaidah penting dalam dekapan ukhuwah. Bahwa merasa nyaman dengan diri kita sendiri, akan membantu orang lain untuk bisa merasa nyaman atas keberadaan kita di dekatnya. Ini berlaku baik dalam suatu pertemuan singkat, maupun dalam jalinan hubungan jangka panjang di kehidupan.Tentu saja dalam hal yang zhohir, kita memang perlu memperbaiki penampilan kita sehingga kita percaya diri dan merasa nyaman berhadapan dengan sesama. Dalam dekapan ukhuwah, lihatlah Sang Nabi teladan kita. Penampilannya begitu mempesona. Pakaiannya yang kebanyakan putih, selalu bersih. Rambutnya diminyaki. Mulutnya harum. Sela giginya bercahaya. Matanya bercelak. Wewangiannya semerbak. Beliau nyaman dengan seluruh perangkat zhohir yang beliau kenakan, dan orang-orang pun merasa nyaman dengan beliau.

Dalam hal yang batin, hati pun harus kita percantik agar diri kita merasa nyaman saat berhadapan dengan saudara-saudara tercinta. Memperbaiki terus-menerus ketaatan dan hubungan dengan Allah adalah kuncinya. Selebihnya, kita memang bukan orang maksum yang suci dari dosa.Maka berdamailah dengan kesalahan. Maksudnya tentu bukan menganggapnya sebagai angin lalu. Sikapi kesalahan dengan sepenuh penyesalan, mohon keampunan dengan taubat, iringi dengan kebajikan agar tertebus, dan muhasabahkan agar tak terulang.

Sesudah itu, sahabati nurani kita dengan nasehat tulus dari saudara-saudara yang mencintai kita karena Allah. Maka rasa nyaman pada diri pun hadir, hingga mereka juga merasa nyaman dengan keberadaan kita

***

Mari Berdoa
🌾
اَللَّÙ‡ُÙ…َّ Ø¥ِÙ†ِّÙ‰ Ø£َعُوذُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†ْ Ù…ُÙ†ْÙƒَرَاتِ الأَØ®ْلاَÙ‚ِ ÙˆَالأَعْÙ…َالِ ÙˆَالأَÙ‡ْÙˆَاءِ
Allaahumma innii a'uudzu bika min munkarootil akhlaaq wal a'maal wal ahwaa'.Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kemungkaran akhlak, amal dan hawa nafsu.
(HR. Tirmidzi no. 3591)

Aamiin



Tidak ada komentar:

Posting Komentar