Rabu, 02 Agustus 2017

PENDAPAT 'ULAMA


@salimafillah

Adalah Imam Ahmad berpendapat bahwa orang yang keluar darah dari bagian tubuhnya, maka wudhu'nya batal. Maka suatu hari beliau ditanya, "Apakah engkau akan tetap melanjutkan shalat di belakang Imam yang hidungnya mimisan?"

"Subhanallah", sahut beliau, "Bagaimana mungkin aku tak mau shalat di belakang Ats Tsauri, Al Auza'i, dan Imam Malik?"


Masyaallah. Ini karena Imam Sufyan Ats Tsauri, Imam Al Auza'i, dan Imam Malik rahimahumullah berpendapat bahwa keluar darah semacam ini tidaklah membatalkan wudhu'.

Hadhratusy Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ari menulis satu pendapat di jurnal yang diterbitkan NU tentang hukum pemakaian kenthongan untuk memanggil shalat. Beliau menyatakan, jika bedhug masih ditoleransi karena adanya hadits tentang kebolehan menabuh 'duff', maka kenthongan sungguh merupakan bid'ah sebab tidak ada dalil yang dapat mengukuhkannya.


Beliau juga menyatakan, jika orang Yahudi mempergunakan terompet dan orang Nashrani mempergunakan lonceng, ummat Islam tidak perlu tasyabbuh dengan bebunyian semacam kenthongan untuk memanggil shalat. Adzan telah cukup.

Adalah Wakil Rais Akbar, KH Muhammad Faqih Maskumambang menulis artikel pada jurnal yang sama di edisi berikutnya, menyatakan bahwa hukum kenthongan adalah "tidak mengapa". Pertama, karena hukumnya diqiyaskan dengan hukum bedhug. Kedua, karena syarat tasyabbuh tudak terpenuhi. Ketiga, karena pemukulan kenthongan dan bedhug itu terpisah dari pengucapan lafazh adzan, yakni sebelumnya, bukan menyatu dengannya, maka ia bukan bid'ah.

"Baru disebut bid'ah", tegas Kyai Faqih, "Kalau pengumandangan adzan itu bersamaan diiringi tetabuhan dari bedhug dan kenthongan." Jadi bila lafazh keagungan Allah ditingkahi bunyi "Thok thek thok brung gedhebrung brung..", itu baru bid'ah. Lha ini kan terpisah.

Pada suatu hari Mbah Hasyim diundang hadir ke Pesantren Maskumambang. Maka sejak tiga hari sebelum acara, Kyai Faqih mengutus banyak santri menemui para Takmir Masjid se-Gresik agar berkenan mencopoti bedhug dan terlebih kenthongan mereka lalu menyembunyikannya sementara demi menghormati Mbah Hasyim.

"Mari membuat hati beliau nyaman", ujar Kyai Faqih, "Sebab beliau memandangnya sebagai bid'ah."

Selang beberapa bulan kemudian, ganti Kyai Faqih diundang ke Tebuireng. Telah sejak beberapa hari sebelumnya pula, Mbah Hasyim memerintahkan para santri mencari pinjaman bedhug dan kenthongan untuk dipasang di Masjidnya Pondok dan Masjid-masjid sekitarnya.

"Lha katanya bid'ah?", seru sebagian orang.

"Kyai Faqih berpendapat tidak", sahut beliau lembut.

Akhirnya beberapa Takmir Masjid tak tahan bertanya pada Mbah Hasyim, "Jadi mana yang lebih shahih, kenthongan bid'ah atau tidak?"

"Kalau 'ulama sudah berpendapat, ummat ringan beramal. Boleh memakai pendapat saya ataupun mengamalkan dhawuhnya Kyai Faqih Maskumambang", jawab beliau sambil tersenyum.

FOTO: Kunjungan Penulis @proumedia kepada KH Athian Ali M. Da'i. Betapa beliau menekankan besarnya tantangan umnat dan perlunya kesatuan Ahlus Sunnah wal Jama'ah menghadapinya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar