Selasa, 01 Agustus 2017

KEUKEUH tapi RUKUN


@salimafillah

"Pendapatku benar", ujar Al Imam Asy Syafi'i, "Tapi dimungkinkan mengandung kesalahan. Dan pendapat selainku itu salah, tapi dimungkinkan mengandung kebenaran."

Dalam perkara yang bukan pokok melainkan hanya cabang saja, perbedaan pengamalan keagamaan amat tua usianya.

Jika kita meyakini bahwa pendapat kitalah yang benar dan tetap ingin mengamalkannya di tengah khalayak yang punya fahaman berbeda; dapatkah kita melakukannya tanpa menyakiti hati sesama?

KH AR. Fakhrudin rahimahullah, Ketua Umum PP Muhammadiyyah 1968-1990 suatu saat diundang untuk memberikan ceramah Ramadhan di suatu Masjid di Jawa Timur. Jelas, jama'ah yang hadir adalah saudara-saudara beliau kaum Nahdliyyin.


Pak AR, demikian beliau biasa dipanggil, sebagaimana Syaikh Al Albani adalah orang yang berpegang teguh pada hadits Bunda 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha tentang jumlah raka'at shalat tarawih.

"Adalah Rasulullah tidak pernah shalat malamnya melebihi 11 raka'ar di dalam Ramadhan ataupun di luarnya, tapi jangan tanya padaku betapa panjang dan bagusnya." (HR Al Bukhari)

Adapun para pembesar sahabat seperti Sayyidina 'Umar dan Ubay ibn Ka'b yang memulai pensyiaran Tarawih berjama'ah sebulan penuh di Masjid memahami bahwa Nabi tidaklah membatasi jumlah raka'at tertentu. Mereka memperbanyak raka'atnya agar jama'ah ringan berdirinya.

Mendapati Pak AR sangat mendalam ilmunya, seusai ceramah beliau didaulat menjadi imam.

"Bapak dan Ibu sekalian, biasanya Shalat Tarawih dan Witir di Masjid kita ini ditunaikan berapa raka'at? Sebelas atau Duapuluh Tiga?"

"Duapuluh tigaaa!", seru jama'ah kompak.

"Baik", ujar Pak AR, "Semoga dapat kita tunaikan sebagaimana kebiasaan kita."

Lalu beliaupun mulai mengimami. Biasanya di Masjid ini, meski shalatnya 23 raka'at, jam 20.00 WIB semua sudah dapat dirampungkan. Lha, ketika Pak AR menjadi Imam, sudah jam 20.30 tapi mereka baru menyelesaikan 8 raka'at.

Maka ketika berdiri lagi, menghadaplah Pak AR ke khalayak dan bertanya, "Bapak dan Ibu sekalian, mengingat waktu, kita selesaikan sampai duapuluh arau witir saja?"

"Witiiiiirrrrr", jawab jama'ah serempak dan mantab.

"Baik", ujar Pak AR. Dan semuapun lega.

Berkata Gus Dur menanggapi peristiwa ini, "Hanya Pak AR seorang yang bisa membuat warga NU sukarela ketika shalat tarawihnya didiskon 60%."

FOTO: Saya dan Uda Akmal Sjafril dahng keukeuh tentang siapa yang lebih banyak menghabiskan otak-otak. Untunglah konflik terjadi di meja makan sehingga senjata yang paling berbahaya hanya pisau steak.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar