Selasa, 01 Agustus 2017

PEMIMPI(N)


@salimafillah

Ini salah satu kisah tentang Zhu Yuanzhang (1328-1398); pendiri Dinasti Ming yang mengakhiri penjajahan Mongol atas Cina. Rakyat memamggilnya 'Kaisar Hongwu'.


Beberapa tahun setelah dia bertahta (1368), kekaisaran baru yang dipimpinnya mengalami paceklik besar sebagai dampak perang mengusir penjajah. Sang kaisar prihatin. Terlebih dia melihat, dalam kesengsaraan rakyat itu, beberapa pejabat dan menteri masih tega bermewah dan berfoya.

Maka pada suatu hari; Sang Kaisar menyelenggarakan pesta ulang tahun permaisurinya dengan mengundang semua pejabat dan menteri-menteri. Hadir pula para sastrawan, sarjana, dan jajaran panglima. Saat masing-masing sudah menghadap meja makan, Sang Kaisar memanggil pelayan.


"Sajikan hidangan pertama!", perintahnya. Para dayang pun mengantarkan piring-piring berisi lobak rebus. Hadirin ternganga.

“Ah", ujar Kaisar tertawa, “leluhur mengatakan lobak lebih bangus daripada obat. Ada pepatah ‘ lobak masuk kota, toko obat tutup!"

"Para pejabat terkasih, setelah kalian memakan lobak ini, rakyat akan berkata: 'Pejabat masuk kota, masalah pun sirna! Mari makan!"

Sebab Kaisar memberi contoh dan lahap sekali makan lobak; para pejabat tak punya pilihan selain ikut bersantap.

Lalu hidangan kedua.

Ternyata makanan selanjutnya ialah Jiu Cai (Sawi Hitam) yang biasa dimakan rakyat fakir.

"Sayur hitam, lambang hati yang tulus", kata Kaisar. "Siapa yang memakannya akan dicintai rakyat! Mari semuanya, kita bersantap!" Kaisar memberi contoh dengan semangat.

“Alangkah jujur dan bersihnya lobak; alangkah lembut dan harumnya Jiu Cai!
Demikianlah kita menjadi pejabat, menikmati kekayaan kerajaan, harus mampu menyelesaikan persoalan rakyat."

Lalu Kaisar bertepuk aba-aba. Datanglah hidangan berikutnya. Kali ini semangkuk sup tahu dengan bawang.

"Tahu dan bawang ini putih bersih serta bercahaya, bagaikan matahari dan bulan purnama!", sambutnya. "Ya adalah ya, tidak adalah tidak! Dengan keadilan, dinasti kita akan jaya selama-lamanya!", pungkas Kaisar sambil menenggak supnya.

Hadirin mengira, setelah hidangan bersahaja tapi penuh arahan itu usai; akan disajikan jamuan utama yang mewah seperti umumnya. Tetapi lama dinanti, dayang dan pelayan tak kunjung muncul. Hadirin mulai tegang dan gelisah. Melihat itu kaisar pun berdiri dan bertitah.

"Semua pejabat berlutut dan dengarkan titahku! Mulai hari ini, tiap pesta hanya boleh menghidangkan paling banyak 3 sayur dan 1 Sup!"

Mendengar suara Kaisar yang garang, tak cuma berlutut, sebagian pejabat bahkan sampai bersujud. “Ulang tahun permaisuri ini menjadi contoh! Siapa yang berani melanggar, kepalanya akan dipenggal!"

Semua hadirin terpaku. Para menteri berjanji mematuhi. Para panglima  sigap mengiyakan. Para sarjana dan sastrawan menulis serta menyebarkan titah Kaisar itu ke seluruh penjuru. Gaya hidup sederhana pun merebak dimana-mana. Rakyatpun jadi tenteram hatinya. Mereka lebih giat bekerja. Sejarah mencatat;, dalam 2 tahun, paceklik berubah menjadi kemakmuran.

Bermula dari teladan makan sederhana; Kaisar Hongwu menjadikan pemerintahannya dicintai dan rakyat pun terilhami untuk berjuang bagi negeri.

Di antara beberapa Menteri yang pernah kami undang ke Jogokariyan, Pak Anies Baswedan termasuk yang dengan sigap berkenan hadir dan meninggalkan kesan amat baik.

Kini, setelah purna dari beban tanggungjawabnya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, kita tetap menanti kiprah beliau sebagaimana sering disampaikannya, "Pemimpin itu Pemimpi dengan N. N-nya adalah Nyali."

Selamat berjuang terus Pak Anies. Kami di Yogyakarta barangkali akan bangga jika Anda berkiprah sebagai Gubernur misalnya. Tapi kami rakyat istimewa sudah punya, yang kami qana'ah dan ridha padanya. Nah, bagaimana kalau DKI Jakarta?

Ah, mungkin saya hanya bercanda.😄




Tidak ada komentar:

Posting Komentar